Bangunan dua lantai berwarna krem, kini tak beratap. Jendelanya tak lagi berkaca. Kusennya berwarna hitam legam, sisa arang yang masih melekat pada dinding.
Dulu di sini ramai. Jumlah santrinya pernah mencapai 500 orang. Namun pesantren yang dibangun pada 1989 ini dilalap si jago merah pada sore Kamis, 20 Juli 2017. Saat itu api tiba-tiba muncul di ruang lantai bawah dan terus membakar lantai atas ruang belajar. Akibatnya 12 ruang belajar, yakni enam ruang di lantai atas dan enam ruang di lantai bawah habis terbakar. Sejak saat itu dayah ini menjadi sepi. Kini hanya 30 orang saja yang masih menetap.
“Adik-adik harus punya semangat dan tekat yang kuat. Insya Allah akan menjadi orang-orang yang sukses di masa depan!” Suara Ustadzah Majidah menggema di ruang aula 10×20 itu. Di hadapannya duduk beberapa santri yatim piatu dan fakir miskin. Semuanya menyimak. Mata pun tak berkedip. Seakan suara itulah yang sangat ingin mereka dengar, di tengah kondisi sulit yang mereka hadapi.
Yayasan kesulitan untuk membangun ulang gedung itu. Pun demikian untuk menggaji karyawan. “Guru-guru di sini hanya digaji 100 ribu perbulannya.” Ujar Bu Eli, salah satu dari 20 pengajar di yayasan Nurul Hikmah, Samahani, Aceh Besar.
9 santri anggota Tim Jurnalistik Dayah Insan Qurani yang mendengar penjelasan Bu Eli, mengarahkan pandangan ke bekas ruang bercat merah jambu, di lantai dua. Mereka terpatung. Tak berbicara. Tidak mungkin kelas itu digunakan. Kalau siang kepanasan. Kalau hujan pasti basah kuyup. Mungkin itu yang terlintas di benak mereka.
“Karena kurangnya sarana-prasarana, kami disini hanya melakukan kegiatan apa adanya. Bisa sekolah saja sudah alhamdulillah.” Terang Bu Eli.
Selama ini, kegiatan pendidikan di tempat ini dibiayai oleh Pak M Soleh, satu-satunya pendiri yayasan yang tersisa. Yayasan Nurul Hikmah menyelenggarakan pendidikan dari tingkat SMP sampai SMA.
Saat ini, satu kelas hanya diisi tiga sampai empat orang santri saja. Masing-masing santri memiliki satu buah buku tulis, untuk mencatat apa yang diajarkan gurunya di ruang kelas. Gurunya honor semua. Hanya Kepala Sekolah yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sistem belajar masih menggunakan kurikulum KTSP. Untuk mengikuti Ujian Nasional, santri Yayasan Nurul Hikmah menumpang di sekolah lain.
Sore Rabu (29/1/2020), Ustadzah Majidah bersama santri anggota Tim Jurnalistik dan Humas Dayah Insan Qurani hadir ke tengah adik-adik itu. Bertemu muka. Bersilaturrahmi dengan 30 santriwan santriwati binaan Yayasan Nurul Hikmah, Samahani, Aceh Besar.
Namun kedatangan mereka tidak hanya membawa bingkisan. Tapi juga membawa motivasi dan memperkenalkan teman-teman baru bagi adik-adik Nurul Hikmah, santri tim jurnalistik Dayah Insan Qurani Aneuk Batee, Aceh Besar.
Ustadzah Majidah ingin agar siswa Nurul Hikmah tidak patah semangat. Menurutnya kondisi bangunan yang rusak, tidak seharusnya melemahkan tekad siswa untuk belajar.
“Adik-adik sangat beruntung bisa ditemani oleh guru-guru yang ikhlas, yang mau mengajar dengan tulus. Jangan pernah berputus asa. Jangan menyerah. Terus bercita-cita besar walaupun dalam kondisi seperti ini.” Nasehat Ketua Departemen Jurnalistik dan Humas itu.
“Hargai guru adik-adik. Karena bukan dengan fasilitas yang serba ada kita bisa sukses, akan tetapi dengan keridhaan guru kita.” Tambahnya.
Kunjungan Tim Jurnalistik Santri dan Humas Dayah Insan Qurani Rabu sore (29/1/2020) ke Yayasan Nurul Hikmah, Aceh Besar, merupakan program terakhir dari Departemen Jurnalistik sebelum pergantian kepengurusan Organisasi Santri Dayah Insan Qurani (OSDIQ) pada Februari mendatang.
Reporter : Tim Jurnalistik Dayah Insan Qur’ani
Leave A Comment