Tidak terasa, kini kita sudah memasuki hari ke-10 Ramadhan, artinya kita sedang berada di fase akhir dari awal Ramadhan, dan hanya tersisa sekitar 20 hari lagi, puasa berakhir.

Kita patut bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat kesempatan dipertemukan kembali dengan Ramadhan tahun ini, bulan penuh berkah, membawa berbagai kabar gembira serta keutamaannya untuk menjadikan lebih taat dan taqwa kepada sang pencipta.

Saat memasuki awal Ramadhan beberapa waktu lalu, ada satu fenomena menarik yang sudah menjadi kebiasaan dan sering terjadi di kalangan kita, yaitu dahsyatnya ibadah dan amal kebaikan yang dilakukan pada fase awal Ramadhan. Bahkan semangatnya memuncak, full power dan menjalankan program sesuai perencanaan dan target.

Kita bisa melihat fenomena saat awal memasuki bulan Ramadhan ini dari kuantitas jemaah salat tarawih di masjid-masjid dan meunasah penuh membeludak.
Bahkan masjid seluas Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, saja tidak mampu menampung ramainya jemaah, padahal di tengah pandemi Covid-19. Begitu juga halnya dengan jemaah salat fardhu lebih ramai dan juga sejumlah amaliah lainnya.

Sejak awal Ramadhan kita juga melihat peningkatan amalan kebaikan seseorang meningkat drastis baik dari sikap maupun akhlaknya. Mereka sangat hati-hati dengan hal-hal yang dapat menghilangkan pahala puasa, seperti menjaga lisan dari kata-kata kotor, ghibah, bohong dan lainnya.

Saat itu, ia lebih sering mengatakan ‘saya sedang puasa’ tidak boleh mengotorinya, juga dalam bersikap dengan orang lain, tidak mendhaliminya dan tetap menjaga ukhuwah dengan semua pihak, termasuk lawan politiknya.

Begitulah dahsyatnya amaliah seseorang saat awal Ramadhan, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, Ramadhan terus berjalan semangat itu kian memudar. Semangat, sikap dan amaliah yang baik tersebut seringnya bertahan kokoh di awal Ramadhan saja.

Memasuki fase kedua, keadaan mulai berubah, jemaah tarawih dan amaliah ibadah lainnya yang semula meningkat pesat saat awal kembali melambai, seolah-olah Ramadhan dan bulan kebaikan telah berlalu. Bahkan kata-kata “shaf salat itu penuh malam pertama sampai malam kelima saja” sudah lumrah dan sering kita dengar.

Padahal keutamaan Ramadhan, baik di fase awal, kedua dan terakhir adalah satu dari kesatuan yang komplet, tidak ada perbedaan awal, tengah dan akhir. Semua waktu itu dituntut untuk tetap produktif dalam melaksanakan ibadah dan amal shalih, tetap memiliki semangat sehingga benar benar dapat menikmati keberkahan dan fadhilah yang ada pada Ramadhan.

Tentu, semangat itu berkurang dan bertambah itu merupakan hal biasa, akan tetapi kita dapat mengontrolnya, setidaknya dia dapat bertahan sampai akhir Ramadhan.

Hal seperti ini, patut menjadi perhatian agar amalan yang kita lakukan tetap istiqamah, selalu berada dalam kebaikan dan amalan-amalan shalih, baik di awal Ramadhan, pertengahan, akhir dan bahkan setelah Ramadhan.

Kita juga sering mendengar ungkapan bahwa, memulakan sebuah amalan itu mudah dan penuh semangat, akan tetapi yang sulit adalah untuk menjaga amalan tersebut tetap berlanjut atau istiqamah.

Padahal Allah SWT sangat mencintai hambanya yang tetap Istiqamah dalam mengerjakan amalan kebaikan. Seperti firmanNya dalam Al-Qur’an surat Hudd ayat 112, artinya: “Maka tetaplah kamu (pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah bertaubat bersama kamu. Dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Dia maha melihat apa yang kalian kerjakan”.

Ayat tersebut mengandung perintah untuk tetap istiqamah, baik dalam hal akidah maupun hal amal shalih. Ayat tersebut juga merupakan ayat paling berat dilaksanakan.

Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW, Ibnu Abbas RA berkata: “Tidaklah ada satu ayatpun yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yang lebih berat dan lebih susah daripada ayat tersebut. Oleh karena itu ketika beliau ditanya, betapa cepat engkau beruban, beliau Rasulullah SAW berkata kepada sahabatnya, ‘yang membuatku beruban adalah surat Hudd dan surat-surat semisalnya.’ Karena di dalam ayat tersebut ada perintah untuk Istiqamah.

Menjaga Istiqamah
Untuk mewujudkan stabilitas semangat dan istiqamah, kita perlu melakukan beberapa hal, yaitu; memperbaiki kembali niat, ikhlas semata mengharap ridha Allah, banyak shalawat, zikir, melanjutkan komitmen dan perencanaan awal, sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing, tidak berlebihan, seperti tidak memaksakan sebuah amalan berlebihan, sehingga ringan dalam melaksanakan.

Contoh pada saat tadarus Al-Qur’an, karena tekad baiknya ingin mengkatam Al-Qur’an pada bulan Ramadhan, ia memaksakan untuk membaca satu malam tiga juz, dan dua hari kemudian ia meninggalkannya, artinya cepat bosan.

Dalam kondisi seperti ini lebih afdhal ia tidak memaksakan satu malam harus tiga juz, cukup satu juz akan tetapi ia terus berlanjut, ini hanyalah perumpamaan agar istiqamah itu hadir dalam setiap amalan kebaikan yang kita laksanakan.

Sebelum terlambat, dan masih ada tersisa Ramadhan bersama kita, semoga kesempatan ini bisa kita optimalkan dengan mengerjakan kebaikan sebanyak-banyaknya, tetap semangat dan terus istiqamah.

Di antara hal yang bisa membuat kita termotivasi untuk melakukan sebuah kebaikan adalah ketika kita mengetahui dan meyakini sepenuhnya, manfaat dan hikmah dari sebuah amalan tersebut.

Dalam Islam melakukan sebuah kebaikan lebih besar peluang dan lebih mudah daripada melakukan kejahatan. Begitu juga dengan amalan-amalan kita di bulan Ramadhan seperti menjaga shalat berjamaah, puasa, zakat, sadaqah, nafkah, baca Al-Qur’an, silaturrahim, menuntut ilmu dan masih banyak kegiatan-kegiatan kebaikan lainnya.

Kalaulah puluhan Ramadhan yang telah kita lalui, spirit dan menjaga setiap amal kebaikan itu hanya pada awal Ramadhan saja.

Semoga tahun ini, kita tetap bisa istiqamah sampai akhir dan di luar Ramadhan, begitu juga dengan shaf-shaf salat di masjid yang padat merayap di awal ramadhan, semoga tetap terjaga sampai akhir Ramadhan. []

Penulis: Muhammad Nasril, Lc. MA
Penghulu Muda Pada KUA Kuta Malaka, Aceh Besar dan Humas Dayah Insan Qurani